CANBERRA -Australia mencabut sanksi terakhir untuk Fiji sehingga kedua negara di Pasifik ini bisa sepenuhnya memulihkan hubungan diplomatik. Langkah ini diumumkan Menteri Luar Negeri Julie Bishop, Jumat (31/10), sebelum keberangkatannya mengunjungi negara kecil yang terletak sekira 3.200 km arah timur dari Negeri Kanguru itu.
Fiji mengalami empat kudeta sejak 1987. Yang terakhir terjadi pada 2006 ketika pemimpin militer Voreqe ‘'Frank'' Bainimarama mengambil alih kekuasaan. Partai Pertama Fiji (FFP) pimpinan Bainimarama saat ini menduduki posisi mayoritas di parlemen baru hasil pemilu bulan lalu. Dalam pemilu FFP meraih 60 persen suara.
Australia dan Selandia Baru menyambut positif hasil pemilu demokratis itu. Bulan lalu Bainimarama dilantik sebagai perdana menteri (PM). Australia dan Selandia Baru pun siap kembali merangkul Fiji setelah negara kecil ini delapan tahun diisolasi.
‘'Saat saya bersiap berangkat untuk kunjungan dua hari ke Fiji, yang pertama oleh Menteri Luar Negeri mana pun sejak pemilu September lalu, saya umumkan pemerintah Australia mencabut seluruh sanksi yang dikenakan kepada Fiji,'' kata Menlu Bishop dalam pernyataan yang dilansir Reuters sebelum hari ini bertolak ke Suva, Ibu Kota Fiji.
‘'Ini menunjukkan komitmen kami memulihkan hubungan bilateral,'' ujarnya menambahkan.
Bainimarama diharapkan mampu meredam rivalitas yang kerap memicu ketegangan dan bentrokan antara penduduk pribumi Fiji dan minoritas etnis India yang lebih makmur secara perekonomian. Akar kehadiran etnis India di Fiji mengilas pada kebijakan kolonial Inggris yang membawa warga jajahan di India untuk bekerja di kebun-kebun tebu di Fiji.
Saat melancarkan kudeta pada 2006, Bainimarama berdalih untuk meredakan dua etnis itu demi stabilitas nasional. Sebelum itu ketegangan kerap muncul menyusul peristiwa pada tahun 2000 ketika etnis Fiji menyandera perdana menteri pertama beradarah India-Fiji selama 56 hari di gedung parlemen. Kudeta 2006 banyak menelan korban nyawa di jalanan Suva.
0 komentar:
Silahkan Dikomentari